Thursday, June 12, 2014

Kesuksesan Terbesar Dalam Hidup Saya ( Essay LPDP )

31 Desember 2006, tepat pada hari ulang tahun ke-17, satu keputusan kecil telah diambil, keputusan untuk berjuang merubah hidup untuk lebih baik. Keputusan kecil untuk berjuang menggapai cita melanjutkan studi di kampus impian banyak orang pada saat itu , yaitu Institut Teknologi Bandung.

Sempat dicemooh banyak teman karena mimpi yang seakan mustahil membuat saya sempat merasa rendah diri. Namun besarnya impian untuk bisa belajar bersama para juara membuat saya belajar untuk bisa “tuli” terhadap cemoohan orang lain, pada waktu itu hanya tersisa 4 bulan lagi untuk ujian saringan masuk ITB, saya sadar yang saya bisa lakukan adalah berjuang, berjuang, berjuang, dan berdoa.

Mei 2007, sebuah keajaiban dari sebuah perjuangan membuahkan hasil, akhirnya kesempatan untuk melanjutkan studi di kampus impian pun tercapai. Disini saya belajar tentang pentingnya harapan, karena HARAPAN lah yang membuat manusia terus bergerak dan melakukan sesuatu untuk mencapai cita-citanya.

Semangat belajar saya semenjak masuk ITB meningkat dibandingkan sewaktu saya SMA, namun bukan berarti perjalanan studi saya di ITB tanpa perjuangan. Tahun pertama saya lalui penuh perjuangan, pada saat itu untuk memahami isi kuliah tidaklah mudah bagi saya, apalagi semua materi diberikan dalam format bahasa inggris. Kesulitan tidak membuat saya menyerah, saya belajar dengan sangat giat sehingga IPK saya ditahun pertama mencapai 3,56.

Pertengahan tahun 2009, bisnis yang saya jalankan bersama rekan saya membuat saya terlilit utang puluhan juta rupiah, terpaksa untuk menutup utang bisnis dipakailah uang biaya kuliah selama 2 semester. Pahit dan malu rasanya bahwa saya harus menerima kenyataan bahwa saya tidak akan diwisuda bersama-sama teman saya.

Saya pun memutuskan untuk menjadi tenaga paruh waktu sebagai penjual disebuah perusahaan kesehatan tanpa berbekal pengalaman hanya bermodalkan HARAPAN  untuk bisa membayar utang dan segera melanjutkan studi saya di ITB. Menjalani profesi sebagai sales pada siang-malam hari dan menjadi mahasiswa di pagi hari bukanlah pekerjaan mudah, dicemooh teman karena saya harus selalu berpakaian rapih seperti salesman pada umumnya sudah menjadi hal yang biasa, terlebih waktu itu saya harus mengirit pengeluaran supaya dapat membayar tunggakan uang kuliah sebesar 12,5 juta rupiah per semester yang berarti harus bisa menabung sebesar 25 juta rupiah kurang dari 1 tahun, sungguh berat untuk seorang mahasiswa dan tenaga penjual. Desember 2010, dengan kegigihan dan doa saya berhasil melewati tantangan tersebut, saya pun mulai kembali fokus untuk menyelesaikan studi saya, disamping itu pengalaman dan hasil 1 tahun menjadi tenaga penjual membuat saya belajar tentang berkomunikasi dan kepemimpinan.

Mengejar ketertinggalan studi  mengharuskan saya mengambil kelas bersama adik kelas. Menjadi seorang yang harus mengambil kelas bersama adik kelasnya tidaklah mudah, stigma negatif tentang orang yang terlambat lulus kuliahnya sangatlah melekat erat pada mahasiswa ITB. Hal ini membuat saya harus berjuang sendiri selama 2,5 tahun untuk menyelesaikan studi saya, tidak ada lagi mahasiswa pintar yang bisa saya curi ilmunya.

Juni 2011, saya meninggalkan profesi tenaga penjual dan menjadi wirausahawan seutuhnya. Memimpin usaha dengan 10 karyawan pada saat itu sembari menamatkan studi memberi banyak pelajaran khususnya, tentang manajemen waktu.

26 Mei 2013, sidang sarjana saya di ITB, satu hari yang sangat sulit saya lupakan, tidak ada teman yang hadir maupun keluarga, pada saat itu saudara kembar saya sudah bersiap untuk berangkat kuliah ke negeri Belanda membuat tekanan pada diri saya menjadi lebih besar. Begitu besar tekanan saya untuk mendapat nilai A, karena nilai A tersebut yang dapat menjadi penyelamat saya untuk bisa mencapai IPK yang ideal untuk mendapatkan beasiswa perihal melanjutkan studi S2 saya dikemudian hari (jika Tuhan mengizinkan).

Berlian tidak dapat dibentuk tanpa tekanan yang besar, kalimat itu yang selalu saya ingat sebelum sidang, alhasil saya presentasikan hasil penelitian saya dengan percaya diri. Alhasil saya dapat mencapai target IPK ideal saya, tidak menjadi seorang cum laude, namun jika melihat kembali perjalanan studi S1 saya, sungguh sangatlah indah dan sulit untuk dipercaya.


Sungguh sebuah perjuangan studi S1 selama 6 tahun yang menarik dan penuh petualangan yang akan selalu dikenang, kisah yang selalu diceritakan saat saya diundang sebagai pembicara. Berharap cerita ini menjadi inspirasi bagi mereka yang merasa hilang harapan untuk sukses dan bagi saya untuk selalu diingatkan bahwa selalu ada harga yang harus dibayar untuk meraih kesuksesan, salah satunya adalah dengan berdedikasi pada karir yang kita jalani. 

No comments:

Post a Comment